DEAR DIARY
Pagi
itu hujan turun membasahi bumi, matahari mendadak jadi pengecut yang hanya
berani sembunyi. Setiap pagi sudah menjadi kewajibanku berangkat kerja,
meskipun kondisi cuaca saat itu tidak mendukung tetapi apa boleh buat. Kantorku
mempunyai hak untuk memotong gaji setiap karyawan yang tidak masuk kerja.
Aku
adalah seorang cowok perantau. Terpisah ribuan mil jarak antara aku dan orang
tuaku. Hidup di perantauan memang berat, terlebih hidup di kota yang kehidupannya serba glamour.
Sebelumnya saya hanya hidup di sebuah kota
kecil yang sederhana dimana dunia malam hanya ramai sampai di pukul 21.00 saja
kecuali di malam menjelang hari libur. Dalam masalah percintaan, saya sempat
menjalin hubungan dengan seorang wanita disana, namanya Dinda. Kami sempat
LDR(Long Distance Relationship) atau bahasa bekennya hubungan jarak jauh. Jangan
mengejek pasangan LDR, karena tidak mudah untuk menjalin hubungan jarak jauh.
Jangan bilang juga kalau kalian gak mau LDR, karena kita tidak tahu dan tidak
bisa memilih takdir untuk jatuh cinta pada siapa, kapan, dan dimana.
Belakangan
ini, hujan memang sering membasahi kota
yang kupijak saat ini. Pada kaca jendela yang berembun, kutuliskan namaku dan
nama Dinda. Lalu kuperhatikan, disana nama kami menghilang perlahan. Semoga
bukan pertanda buruk. Gak semua orang langsung kaya atau sukses. Pasangan yang
asik itu pasangan yang menerima kita lagi berjuang-berjuangnya. Itulah salah
satu alasanku untuk tetap mempertahankan Dinda. Kepada Dinda, aku gak pernah
untuk mengumbar janji dan harapan. Karena pria sejati gak gampang buat
mengumbar semua itu, tetapi aku pernah mengatakan untuk berusaha menjadi yang
terbaik buat dia. Hingga suatu hari aku merasa tidak cukup baik buat dia,
karena aku mulai merasa bosan dengan hubungan ini, menunggu lama untuk bisa
ketemu. “I have died everyday waiting for you” sepenggal lirik dari lagunya
Christina Perri yang berjudul A Thousand Years, merupakan lagu favorit Dinda
saat itu. Seringkali pula aku memutarnya untuk merasakan menjadi dirinya yang
menunggu kepulanganku. Aku memang jahat, tiba-tiba saja aku memutuskan hubungan
dengan alasan kalau aku tidak sanggup menjalani hubungan jarak jauh. Kami
sepakat untuk saling berjalan menjauh.
Tidak
perlu butuh waktu lama bagiku buat bersedih. Life must go on, aku pun mencari
pengganti dia hingga akhirnya Tuhan memperkenalkanku pada seorang wanita
bernama Aprilia biasa dipanggil Lia. Tuhan itu kadang memang jahil banget.
Ngasih yang kita pengen biar kita tau kalau dia bukanlah yang terbaik. Trus
diambil lagi deh sama dia, biar kita belajar. Aprilia adalah seorang wanita
cantik dan aku tak menyangka bisa mendapatkannya. Aku hanya seorang lelaki
sederhana dan tak punya harta melimpah. Ternyata dibalik kecantikan Aprilia,
dia adalah seorang wanita glamour. Seringkali ajakannya untuk mengikuti gaya hidup glamour aku
tolak. Alasannya selain karena aku tidak suka kehidupan yang seperti itu, aku
juga cowok sederhana yang sering memikirkan biaya hidup sebagai anak
perantauan. Bahkan seringkali aku berhemat biaya pengeluaran perbulan dengan hanya
makan-makanan instant yang murah dan praktis. Sering aku merasa putus asa
dengan sifat dia yang terkadang membuatku jenuh. Ada yang bilang begini “memaksakan kehendak
untuk mengikat seseorang yang tidak cocok sama aja menolak seseorang yang lebih
baik untuk datang”. Tapi siapa yang tau kalau ternyata yang selama ini bersama
kita adalah yang terbaik. Biarlah Tuhan yang menentukan. Seringkali juga untuk
bahagianya aku menjadi teman. Untuk kesedihannya, aku senantiasa menjadi
kekasih. Cinta, adalah ketika detik kalah cepat dari detak. Setiap kali bertemu
Aprilia rasanya seperti singkat sekali, mungkin karena aku memang benar-benar
mencintainya. Waktu kami untuk bertemu juga tidak sering, bahkan terkadang
dalam seminggu tidak bertemu karena jam kerjaku yang memaksaku untuk tidak
bertemu dengannya. Bahkan ketika seharusnya hari minggu semua orang libur,
tetapi tidak bagiku. Mungkin itulah resiko jika kita bekerja di mall.
Aku
sering mengatakan kepadanya “kelak jika masalahmu banyak, dan terasa berat.
Semoga aku yang selalu ingin mendampingimu ini bukan salah satu dari
masalahmu”. Biasanya Aprilia hanya membalas senyum. Saat ini selain masalah
percintaan, aku juga memikirkan masa depan. Diumurku yang masih muda ini lebih
banyak kuhabiskan waktu bekerja, bukan bermain-main seperti anak muda lainnya.
Karena bagiku lebih baik bersusah dahulu daripada menghabiskan masa muda untuk
bersenang-senang tapi harus dihadapi kesusahan di masa tua. Setiap hariku,
tidak lupa aku menuliskan hal menarik tentang Aprilia di buku harianku semenjak
aku jadian sama dia. Mulai dari ketika dia menciumku sampai hanya sekedar
balasan sms “pagi juga” tetap aku tulis.
Akan
ada masa dimana kamu akan merasa murah demi secuil perhatian dari orang yang
kita sayangi. Sering aku mengalah demi mempertahankan hubungan ini. Setiap
malam menjelang tidur aku selalu berdoa untuknya. Aku juga sering menyuruh dia
untuk saling mendoakan, meskipun mulut sudah tak mampu berucap, hanya hati yang
berbicara. Perlahan aku mulai merasakan
perubahan sifat Aprilia. Aku merasa Aprilia mulai sadar kalau aku itu adalah
cowok yang selalu mengalah untuknya. Dan mungkin dia sudah sadar kalau aku
itulah yang terbaik untuknya. Tak jarang Aprilia menelpon aku setiap pagi,
memberi semangat, dan mengingatkan sarapan. Aku rasa Aprilia sudah tidak
gengsian lagi. Ketika kadar gengsi wanita mulai menurun, itu artinya Aprilia
benar mulai sayang kepadaku. “sayang, kamu harus mulai belajar masak yah dari
sekarang, aku udah bisa nyuci piring nih” ucapku pada Aprilia. Ternyata
ucapanku itu dituruti dia. Hingga pada akhirnya hubungan kami semakin serius
saja, orang tua Aprilia melihatku sebagai cowok yang sopan, apalagi ketika
Ibunya mendengar ceritaku menghadapi kehidupan dikota ini. Ibu Aprilia
menilaiku sebagai cowok multitalent dan pekerja keras. Tapi ternyata hubungan
kami tidak selancar itu. Ayah Aprilia menyuruhku untuk menjauhinya karena aku
hanya cowok biasa yang tidak mempunyai harta melimpah. Hubungan kami semakin
rumit, tantangan semakin sulit.
Pada
akhirnya aku beranikan diri untuk datang kerumah Aprilia, ternyata di depan
pintu sudah berdiri Ayahnya Aprilia. Kuraih tangan sang Ayah, kucium tetapi
tidak sempat kucium tangannya. Ayah Aprilia melepaskan tanganku dari tangan
dia. Menyuruhku pergi dari rumah mereka. Ibu Aprilia mendengar keributan diluar
segera memotong pembicaraan suaminya yang mencak-mencak memarahiku. “maaf om,
tante.. kedatangan saya kesini bukan bertujuan membuat keributan, saya memang
cowok biasa saja. Jika om pengen anaknya bahagia, maka pilihlah aku sebagai
calon suaminya. Kebahagiaan bukan hanya soal harta, kebahagiaan mungkin tidak
berasal dari aku, mungkin saja nanti dari anak kami, om juga pengen dapat cucu kan ?”. Ayah Aprilia
balas perkataanku “LANCANG SEKALI KAMU!! Mau kamu kasih makan apa anak aku
nanti?”. Aprilia yang melihat perkataan Ayahnya merasa kecewa, segera saja dia
masuk ke kamar dan mengunci pintu. Aku pun memutuskan pamit untuk pulang, ku
mencoba salam tangan Ayah dan Ibunya Aprilia, tetapi yang berhasil hanya Ibunya
saja karena Ayahnya sudah masuk kedalam.
Ternyata
setelah kejadian itu Aprilia tidak pernah keluar kamar, tidak pernah makan,
hanya bersedih dan menghabiskan waktunya telponan bersamaku. Ibunya Lia mulai
luluh, tetapi tidak dengan Ayah Lia. Dengan terpaksa Aku disuruh datang oleh
Ayah Lia karena hanya itu cara satu-satunya agar Aprilia mau keluar kamar. Hari
demi hari kami lalui hingga aku putuskan untuk melamar Aprilia menikah. Selama
itu juga aku tetap menulis di buku harianku. Akhirnya aku dan Aprilia menikah
meskipun Ayah Lia tidak pernah setuju dengan pernikahan ini. Aku dan Lia resmi
menjadi suami istri. Satu bulan usia pernikahan kami, Aprilia menyuruhku untuk
tidak terlalu sibuk bekerja. “Aku bekerja setiap hari mulai pagi, siang, sore
dan malam agar anak kita tidak merasakan apa yang dirasakan oleh Ayahnya kelak”
sahutku.
Selama
masa pernikahan itu, Aprilia mulai kembali ke sifatnya yang dulu. Hidup glamour
di kehidupan malam. Selama masa pernikahanku itu aku tetap menulis di buku
harian, Aprilia tidak pernah tahu apa yang aku tulis meskipun Lia sudah tau
dimana biasa aku letakan buku harian itu, karena tak ada sedikitpun
keingintahuan Aprilia tentang apa yang aku tulis. “Kamu adalah apa yang selalu
aku tulis, sedangkan aku adalah apa yang tak pernah kau baca”. Begitulah
tulisanku di lembar pertama buku harianku. Seringkali sepulang kerja, aku
mendapati rumah kosong. Dengan sisa tenaga yang ada aku menjemputnya ditempat
dia biasa menghabiskan waktunya untuk pulang kerumah, hampir setiap hari
sepulang kerja selalu kulakukan begitu. Tiga bulan usia pernikahan kami
akhirnya Aprilia mengandung. Selama mengandung tak pernah aku lelah
menemaninya, menyediakan apa yang dia inginkan karena bagiku itu hal biasa bagi
seorang wanita yang sedang hamil. Tak jarang juga aku tertidur di sampingnya
ketika menemani dia selama mengandung calon anakku. Memasuki 8 bulan usia
kandungan Aprilia, sementara aku meminta cuti kerja untuk menemani Aprilia yang
sedang mengandung, menyediakan apa yang dia butuhkan. Selama masa mengandung,
aku bertanggung jawab penuh untuk menjaganya.
Sembilan bulan menunggu akhirnya pahlawan
kecilku lahir, kuberi nama Tom. Tak henti-hentinya aku mengucap syukur kepada
Tuhan karena telah memberikan karunia yang paling berharga. Akhirnya aku
menjadi Ayah. Menginjak 5 tahun usia pernikahan kami, Aprilia masih saja tetap
dalam kehidupannya yang glamour. Sedangkan aku pada akhirnya kerja kerasku
terbayar tuntas. Ketekunanku selama bekerja membuatku menjadi seorang manager
di suatu perusahaan. Kehidupan kami perlahan mulai membaik.Aprilia memintaku
membelikan sebuah rumah mewah, kehidupan mewah justru membuat Aprilia semakin
menjadi-jadi saja. Setiap pulang kerja kudapati anakku hanya ditemani seorang
baby sitter.
Suatu
ketika aku mengajak Aprilia berlibur bertiga bersama Tom. Aprilia menolak
karena alasan sudah ada janji party dengan temannya. Aku putuskan untuk liburan
berdua saja. “Nak, Ibumu sedang sibuk, tidak bisa menemani kita besok. Kamu
tidur sekarang yah” ucapku pada Tom. Malam itu kutuliskan dibuku harianku “Dear
diary, malam ini Aprilia menolak ajakanku untuk pergi berlibur”. Sesingkat itu
saja, memang setiap menulis dibuku harian aku tidak pernah panjang lebar.
Terbangunkan suara ayam berkokok. Aku membereskan semua pekerjaaan dirumah
mulai dari menyapu, memasak, dan pekerjaan lainnya. Aku tak ingin membangunkan
Lia dari tidur lelapnya. Waktu menunjuk pukul 09.00 tetapi Aprilia masih
terbaring ditempat tidur, karena tidak ingin mengganggunya. Aku dan Tom
memutuskan berangkat liburan tanpa pamit. Hanya menuliskan di selembar kertas
sebuah pesan kalau kami sudah pergi.
Selama
perjalanan aku dan Tom bercanda tawa, hingga semua berubah ketika sebuah mobil
melaju cepat dari arah yang berlawanan. Menabrak mobil yang ku kemudikan.
Sempat kuhindari tabrakan itu dengan membanting stir ke tepi jalan, tetapi body
bagian samping kami sudah terlanjur ditabrak dan mobil kami terguling melewati
pembatas jalan jatuh dari ketinggian jembatan lalu tercebur kedalam air yang
kata orang wilayah itu pusaran airnya begitu deras. Pandanganku seketika gelap,
saluran pernafasanku tak berfungsi. Kucoba bertahan sekuat tenaga untuk
menyelamatkan Tom tetapi apa daya, kami terperangkap dalam mobil yang semakin
lama semakin tenggelam ke dasar laut.
Aprilia
yang saat itu sedang tertidur mendapat telepon tentang kecelakaan kami. Dengan
penuh penyesalan dan tangis air mata Aprilia menuju jembatan lokasi kami
kecelakaan, karena pada saat itu jasad kami belum ketemu. Beberapa jam mencari
akhirnya tim SAR menemukan aku dan Tom dengan keadaan tubuh pucat penuh dengan
cairan. Air mata membanjiri pipi Aprilia, hingga sekarang belum bisa menutupi
rasa penyesalannya.
Seminggu
setelah kepergian kami, Aprilia coba membuka lemari dan buka buku harianku.
“Kamu adalah apa yang selalu aku tulis, tetapi aku adalah apa yang tak pernah
kau baca” Tulisan itu menyambut Aprilia ketika membuka diary ku, seketika air
mata mengucur deras. Aprilia membuka halaman pertama,
“Dear diary, hari ini aku hanya mendapat satu
sms dari dia, yaitu hanya sms pagi juga dan itu membuat aku semangat
menjalanani hari”.
Aprilia
membuka lembar selanjutnya,
“Dear
Aprilia, ucapan selamat pagi dari aku Cuma sebatas numerik alphabet dilayar
hape kamu. Suatu saat ucapan selamat pagi aku lakukan lewat ciuman di kening”.
Aprilia tidak sanggup membuka lembar halaman
selanjutnya. Dia mencoba melangkahi semua halaman dan membuka di halaman paling
akhir yang sengaja aku tulis.
“Teruntuk Apriliaku sayang, buku
harian ini khusus aku tulis untuk menulis tentangmu saja. Buku ini mulai
kutulis sejak kita pertama kali jadian, semua tentangmu tertulis disini. Ketika
saat-saat indah, saat kau marah kepadaku, bahkan saat seminggu kau tidak
membalas smsku. Kamu adalah anugerah
terindah yang diberikan oleh Tuhan. Aku berharap suatu saat kita jadi sebuah
keluarga, mempunyai anak yang tumbuh hingga dewasa. Memberikan kebahagiaan bagi
semua orang, dan tumbuh besar seperti papanya. Semoga kelak kau membaca buku
harian ini. You’ll never understand how much I care. There are only two times
that I want to be with you, now and forever. Saat tak ada lagi yang dapat kamu
hebatkan dariku. Ingat, adalah aku yang mampu bertahan saat kamu sakiti,
sebutlah itu kehebatan . Hingga bila seketika aku benar-benar hilang karena
kehabisan usia. Mereka akan tetap disana, biru langit itu akan tetap ada”
Aprilia
yang membaca halaman terakhir merasa bahwa dirinya adalah wanita paling bodoh
yang telah menyia-nyiakan seorang suami yang sangat sayang kepadanya. “Dulu kau
yang membangunkan aku dari tidur. Sekarang, mimpi buruk yang melakukannya”
tulis Aprilia di buku harianku. Menyambung halaman berikutnya. “Ada masa dimana
bahkan memejam mata saja justru membuatku melihatmu dengan jelas”, begitu
setiap hari Aprilia menyambung di setiap lembar buku harianku hingga sampai
halaman terakhir Aprilia menuliskan “aku merindukanmu, juga Tom anak kita.
Mungkin sekarang dia sudah besar disana. Aku ingin sekali melihatnya. Tunggu
aku segera kesana”. Air mata Aprilia jatuh membasahi diary ku dan mengakhiri
hidupnya dengan lompat dari ketinggian apartement. Dengan kondisi tubuh yang tak
bisa dikenali lagi, Aprilia mengakhiri hidup dengan cara yang tragis. Kini
kisah cinta sejati yang tragis berakhir di Aprilia.
Girls,
berhentilah mencari yang sempurna. Seseorang yang sederhana, mengerti, dan
mencintai apa adanya adalah yang pantas diperjuangkan. Saya harap orang tak
lagi mengatakan “saya mencintaimu” jika yang mereka maksud sekedar “kamu cantik/tampan”. Penyesalan memang
selalu datang belakangan, jadi jangan sia-siakan orang yang saat ini bersamamu.